Senin, 06 April 2020

Religi: Tawakkal


Tawakkal dan Corona
Dimasa wabah corona yang masih melanda dunia, termasuk indonesia, program Pembatasan Sosial Berskala Besar, social distancing, dan selalu menjaga kebersihan adalah beberapa alternatif yang yang diwarkan pemerintah untuk mencegah penyebaran virus ini lebih cepat. Sebagian dari kita sudah menjalankan anjuran itu dengan baik. Kita sudah tidak keluar rumah lagi. Stay at Home, ning omah wae, ngajedog diimah. Tentu ini membuat sebagian dari kita merasa bosan dan jenuh. Aktifitas kitapun dibatasi dengan berbagai protokol kesahatan untuk mencegah tertular virus ini.  Disinilah diperlukannya kesabaran dalam menghadapi ujian yang diberikan Allah kepada kita. Butuh ikhtiar yang maksimal dalam menghindarkan diri dari takdir ketakdir yang lain. Tidak semua orang mempunyai sifat tawakal kepada Allah. Karena tawakkal ini hnaya di punyai oleh orang-orang Mukmin. 

Seringkali dijumpai dalam firman-Nya, Allah Ta’ala menyandingkan antara tawakal dengan orang-orang yang beriman. Hal ini menandakan bahwa tawakal merupakan perkara yang sangat agung, yang tidak dimiliki kecuali oleh orang-orang mukmin. Bagian dari ibadah hati yang akan membawa pelakunya ke jalan-jalan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Tentunya banyak ayat lain dalam Al Qur’an yang berisi tentang tawakal, (QS. Al Ma’idah: 11). (QS. Al Anfal : 2),  (QS. Attaubah:129, (QSYunus 84-85) dan masih banyak lagi. Demikian pula dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Definisi tawakal
Imam Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Hakikat tawakal adalah hati benar-benar bergantung kepada Allah dalam rangka memperoleh maslahat (hal-hal yang baik) dan menolak mudhorot (hal-hal yang buruk) dari urusan-urusan dunia dan akhirat”

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Tawakal adalah menyandarkan permasalahan kepada Allah dalam mengupayakan yang dicari dan menolak apa-apa yang tidak disenangi, disertai percaya penuh kepada Allah Ta’ala dan menempuh sebab (sebab adalah upaya dan aktifitas yang dilakukan untuk meraih tujuan) yang diizinkan syari’at.”

Tawakal Bukan Pasrah Tanpa Usaha
Dari definisi ini menjelaskan bahwa tawakal harus dibangun di atas dua hal pokok yaitu bersandarnya hati kepada Allah dan mengupayakan sebab yang dihalalkan. Orang berupaya menempuh sebab saja namun tidak bersandar kepada Allah, maka berarti ia cacat imannya. Adapun orang yang bersandar kepada Allah namun tidak berusaha menempuh sebab yang dihalalkan, maka ia berarti cacat akalnya.

Tawakal bukanlah pasrah tanpa berusaha, namun harus disertai ikhtiyar/usaha. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan contoh tawakal yang disertai usaha yang memperjelas bahwa tawakal tidak lepas dari ikhtiyar dan penyandaran diri kepada Allah.
Dikisahkan Anas bin Malik, RA, pada suatu hari ada seorang laki-laki berhenti di depan masjid untuk mendatangi Rasulullah. Dia mengunakan unta sebagai tunggannya. Orang tersebut kemudian melepaskan  tunggangannya begitu saja tanpa ditambat. Rasulullah bertanya, ''Mengapa unta itu tidak diikat?'' Lelaki itu menjawab, ''Saya lepaskan unta itu karena saya percaya pada perlindungan Allah SWT.'' Maka Rasulullah menegur secara bijaksana, ''Ikatlah unta itu, sesudah itu barulah kamu bertawakal.'' Lelaki itu pun lalu menambatkan unta itu di sebuah pohon kurma. Peristiwa ini memberikan gambaran yang jelas bagaimana Rasulullah memberikan maksud  tawakal yang benar. Sesudah manusia berusaha, lalu menyerahkan hasilnya pada ketentuan Allah, itulah tawakal menurut ajaran Islam. 

Dalam hadis lain dari Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻟَﻮْ ﺃَﻧَّﻜُﻢْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺗَﻮَﻛَّﻠُﻮﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺣَﻖَّ ﺗَﻮَﻛُّﻠِﻪِ ﻟَﺮُﺯِﻗْﺘُﻢْ ﻛَﻤَﺎ ﻳُﺮْﺯَﻕُ ﺍﻟﻄَّﻴْﺮُ ﺗَﻐْﺪُﻭ ﺧِﻤَﺎﺻًﺎ ﻭَﺗَﺮُﻭﺡُ ﺑِﻄَﺎﻧًﺎ
“Seandainya kalian betul-betul bertawakal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Al Hakim). Tidak kita temukan seekor burung diam saja dan mengharap makanan datang sendiri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan permisalan ini, jelas sekali bahwa seekor burung pergi untuk mencari makan, namun seekor burung keluar mencari makan disertai keyakinan akan rizki Allah, maka Allah Ta’ala pun memberikan rizkiNya atas usahanya tersebut. Dengan menyandarkan diri pada keyakinan bahwa hanya Allah saja yang dapat memberikan kemudharatan, maka seorang mukmin tidak akan gentar dan takut terhadap tantangan dan ujian yang melanda, seberapapun besarnya, karena dia yakin bahwa Allah akan menolong hambaNya yang berusaha dan menyandarkan hatinya hanya kepada Allah. 

Tawakal yang sebenarnya kepada Allah Ta’ala akan menjadikan hati kita ridha atas segala ketentuan dan takdir Allah. Kalau kita sudah berusaha secara maksimal untuk menghindar dari musibah dan kemudian musibah itu masih menimpa kita, maka kita harus menerimanya dengan ikhlas. Inilah yang harus kita jadikan pedoman. Berikhtiarlah dengan sekuat tenaga untuk menghindarkan diri dari yang membahayakan diri kita (termasuk mencegah diri dari wabah corona atau Covid 19). Ketika kita sudah berikhtiar dengan sekuat tenaga,  tetapi kemudian wabah itu menyerang dan mengenai kita, itulah takdir.  Dan ketika kita menerima takdir itu, maka kalaupun harus meninggal insya Allah meninggal dalam keadaan syahid. Orang-orang seperti inilahyang digambarkan nabi sebagai orang yang merasakan lezatnya iman.  Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Akan merasakan kelezatan/manisan iman, orang yang ridha dengan Allah Ta’ala sebagai Rabb-nya dan islam sebagai agamanya serta (nabi) Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rasulnya”

Setiap hari, dalam setiap sholat, bahkan dalam setiap raka’at sholat kita selalu membaca ayat yang mulia, ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’; hanya kepada-Mu ya Allah kami beribadah, dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan… Oleh sebab itu bagi seorang mukmin, tempat menggantungkan hati dan puncak harapannya adalah Allah semata, bukan selain-Nya. Kepada Allah lah kita serahkan seluruh urusan kita.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya)
وَعَلَى اللّٰهِ فَتَوَكَّلُوْٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
“Dan kepada Allah saja hendaknya kalian bertawakal, jika kalian benar-benar beriman.” (QS. al-Ma’idah: 23). Ayat yang mulia ini menunjukkan kewajiban menyandarkan hati semata-mata kepada Allah, karena tawakal adalah termasuk ibadah.

Tawakal yang Salah
Persepsi kesalahan dalam memahami dan mengamalkan tawakal akan menyebabkan rusaknya iman kita. Tidak hnaya sampai disitu kesalahan pemahaman tawakkal ini dapat menyebabkan kesalahan fatal dalam agama. Bahkan kita dapat terjerumus dalam kesyirikan, baik syirik akbar (syirik besar) maupun syirik asghar (syirik kecil). Contoh kesalahan dalam tawakal yang menyebabkan terjerumus dalam syirik akbar adalah seseorang bertawakal kepada selain Allah, dalam perkara yang hanya mampu diwujudkan oleh Allah. Misalnya: bertawakal kepada makhluk dalam perkara kesehatan, bersandar kepada makhluk agar dosa-dosanya diampuni atau bertawakal kepada makhluk dalam kebaikan di akhirat atau bertawakal dalam meminta anak sebagaimana yang dilakukan para penyembah kubur wali. Adapus contoh jenis tawakal yang termasuk dalam syirik asghar adalah bertawakal kepada selain Allah yang Allah memberikan kemampuan kepada makhluk untuk memenuhinya. Misalnya: bertawakalnya seorang istri kepada suami dalam nafkahnya, bertawakalnya seorang karyawan kepada atasannya. Syirik akbar maupun asghar keduanya merupakan dosa besar yang tidak akan terampuni selama pelakunya tidak bertaubat darinya.

Hikmah
Dari penejelasan ini kita dapat mengambil hikmah bahwa kesempurnaan iman dan tauhid seorang hamba ditentukan oleh sejauh mana ketergantungan hatinya kepada Allah semata dan upayanya dalam menolak segala sesembahan dan tempat berlindung selain-Nya. Jika kita yakin bahwa Allah ta’ala yang menguasai hidup dan mati kita, mengapa kita menyandarkan hati kita kepada makhluk yang lemah yang tidak bisa memberikan manfaat dan mudharat kepada kita? Cukuplah Allah sebagai pelindung kita. Tidak ada wabah apapun yang akan mengenai kita bila Allah tidak berkehendak. Berikhtiarlah dengan sekuat tenaga untuk menghindari wabah tersebut, setelah itu bertawakkallah.

2 komentar: