Rabu, 06 Maret 2024

Jangan berhenti menjadi orang baik

 




Sebagai makhluk sosial kita tentunya tidak bisa  hidup sendiri, perlu adanya interaksi antar sesama. Kita hidup perlu bantuan orang lain, nasihat orang lain, dan sebagainya. Maka dari, itu kita harus melakukan kebaikan untuk orang lain meski orang tersebut tidak melakukannya. Bahkan ketika mereka melakukan hal yang buruk. Memang ada beberapa permasalahan mengenai perilaku orang lain terhadap diri kita yang  kurang menyenangkan. Hal itu membuat kita enggan untuk membantunya ketika dia memerlukan bantuan. Namun, perilaku tersebut bukanlah perilaku seorang muslim, karena muslim yang baik tentu tidak akan membiarkan saudaranya menderita. Perilaku seseorang yang buruk memang membuat kesal, biasanya kita melakukan hal yang sama terhadap orang tersebut dalam artian kita tidak membalasnya dengan perilaku yang baik. Namun, meski orang lain berbuat semana-mena, kita harus tetap membalasnya dengan kebaikan. Hal ini dijelaskan dalam hadits:

وَطِّنُوا أنفُسَكُم إن أحسَنَ النَّاسُ أَن تُحسِنُوا وَإِن أَسَاءُوا فَلاَ تُظلِمُوا

“Mantapkanlah diri kalian! Jika orang lain berbuat baik maka balas kebaikan juga, dan jika mereka berbuat jahat maka janganlah kalian berlaku dzalim.” ( HR Imam Tirmidzi)

Sebagaimana dijelaskan dalam hadits diatas, maka kita harus tetap berbuat baik meski orang tersebut melakukan perbuatan buruk terhadap diri kita. Jika kita membalasnya dengan perilaku yang sama, maka kita tidak lain termasuk orang yang sama dengannya.

Imam Syafi’i mengatakan:

إنك لاتقدر أن ترضي الناس كلهم، فأصلح ما بينك وبين الله، ولاتبال بالناس

Yang artinya :

“Sesungguhnya engkau tidak akan mampu membuat semua manusia senang, maka perbaikilah hubungan antara diri kita dengan Allah, dan jangan pedulikan apa kata manusia.”

Sebagai manusia kita tidak bisa memprediksi atau mengatur perilaku orang lain terhadap diri kita. Rasulullah SAW yang merupakan manusia paling mulia selalu rendah hati, berbuat baik kepada semua orang tetap ada yang berlaku semena-mena kepadanya. Hal  itu tentunya patut kita contoh dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Denagn begtu, kita akan menjadi pribadi yangrendah hati dan suka menolong.

Hadirin Rahimakumullah

Pada dasarnya segala yang kita lakukan itu untuk diri kita sendiri bukan untuk orang lain, sebagaimana yang diterangkan dalam Al-Qur’an:

اِنْ اَحْسَنْتُمْ اَحْسَنْتُمْ لِاَنْفُسِكُمْ ۗوَاِنْ اَسَأْتُمْ فَلَهَاۗ

Artinya : “Jika kamu berbuat baik (berarti) kebaikan itu untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri”. (Q.S Al-Isra : 7).

Jadi intinya sebagai manusia yang baik tetaplah berbuat baik kepada orang lain, meski orang tersebut tidak memperlakukan hal baik kepada kita. Jangan pernah surut untuk berbuat baik dan menjadi orang baik. kita tentu pernah merasa kesal ketika niat baik kita  malah disambut buruk oleh orang lain. Kita Pernah merasa sedih saat kebaikan tak dihargai sama sekali. Ya.. itulah hidup. Kadang berjalan tak sesuai dengan harapan. Ada realitas yang harus kita terima meski itu pahit.  Tidak semua niat baik kita akan disambut dengan baik oleh orang lain. Tak semua kebaikan kita akan dibalas dengan kebaikan yang sama. Bahkan senyuman kita bisa jadi dibalas dengan tatapan sinis. Namun, berbuat baik tak harus selalu dikaitkan dengan penilaian orang lain.

Perlakukan semua orang dengan sopan dan baik, bukan karena mereka baik, tapi karena Anda memang baik.” – Roy T. Bennett, Cahaya di Hati

Berbuat baiklah karena semata-mata kita memang orang baik. Tak harus menunggu balasan kebaikan yang sama. Tak perlu mengharapkan pujian atau balasan besar. Kita berbuat baik karena kita memang ingin menebarkan kebaikan. Bukan untuk mendapatkan pujian atau balasan kebaikan yang sama. Karena apa? Karena Berbuat Baik adalah Sebuah Laku Hidup yang Bisa Menghadirkan Ketenangan

Jika kita memiliki kebaikan di hati, maka dia akan melahirkan tindakan kebaikan untuk menyentuh hati orang lain ke mana pun dan dimanapun  kita berada. Entah itu dilakukan secara acak atau direncanakan. Kebaikan menjadi cara hidup. Kita hidup di dunia ini hanya sementara. Karena sifatnya yang sementara itu, maka kita pun perlu memilih laku hidup yang tepat. Salah satunya adalah dengan berbuat baik di situasi apa pun, kapan pun, dan di mana pun. Berbuat baik bisa mendatangkan ketenangan dan kenyamanan untuk hidup diri sendiri. Tak perlu mencemaskan atau mengkhawatirkan penilaian orang lain, sebab tidak semua orang perlu paham akan situasimu.

"Tidak perlu menjelaskan tentang dirimu kepada siapa pun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu tidak akan percaya itu." ( Ali Bin Abi Thalib).

Hadirin rahimakumullah

Kebaikan dan keburukan merupakan dua perilaku yang sangat bertentangan satu sama lain. Kadang suatu kehidupan ada yang dominan kebaikannya ada juga yang dominan keburukannya. Begitupun kehidupan yang ada di masyarakat, ada yang baik ada juga yang buruk.  Meski semua manusia memiliki kebaikan dan keburukan, akan tetapi lebih dominan yang mana ia berperilaku. Karena memang hidup tidak selalu berbanding lurus dengan firman Allah swt dan ajaran Rasulullah saw.  Itulah kenapa di muka bumi selalu diutus seorang Rasul dari satu generasi ke generasi lainnya, karena tidak semua manusia berprinsip dan berperilaku sesuai firman Allah dan ajaran Rasul-Nya. Atau bisa dikatakan menyimpang dan memiliki perangai yang buruk. Rasulullah saw saja, seorang Nabi, yang hidupnya dijaga dari dosa (ma’sum) serta tidak pernah dzalim terhadap keluarga, tetangganya dan teman-temannya, tetap memiliki pembenci dan penentang, tetap dimusuhi, apalagi umatnya yang sekarang, yang jelas-jelas tidak ma’sum sering melakukan kesalahan baik di sengaja ataupun tidak.  Terkadang, kita ini ragu untuk berbuat baik kepada sesama manusia karena masih memiliki perasaan untung dan rugi. Padahal kebaikan jika tidak bersinar waktu itu juga, maka akan bersinar suatu hari nanti. Seperti Rasulullah saw yang mendakwahkan Islam di sekitar Jazirah Arab kala itu, dengan semangat dan sungguh-sungguh, maka buah dari dakwahnya yakni Islam hampir tersebar di seluruh penjuru dunia saat ini.

Hadirin Rahimakumullah

Tidak jarang terjadi di masyarakat, banyak kiai atau ustaz atau apalagi manusia awam yang minder untuk berdakwah dan mengingatkan kebaikan kepada orang lain, karena mungkin anaknya, istrinya, dan saudaranya masih ada yang menyimpang dan bermaksiat juga. Ketika kiai berdakwah, mengingatkan anak atau orang lain yang tidak shalat atau mabuk, kadang jawaban dari tetangga juga sangat menusuk, ngapain ngurusin anak orang, kalau anaknya atau keluarganya sendiri juga ahli maksiat. Jika mental kiai tersebut sangat lemah, dia akan berhenti berdakwah hingga akhir hayatnya.

Padahal yang dicontohkan oleh Rasulullah tidak begitu, dakwah tetaplah dakwah, dan menebarkan kebaikan tidak pandang bulu. Jika kita membaca sejarah Nabi Muhammad ketika berdakwah, apakah semua keluarganya mengikuti Nabi? Jawabannya tidak. Karena masih ada pamannya, Abu Jahal dan istrinya yang menentang keponakannya. Ada juga pamannya yang lain, Abu Thalib, meski tidak memusuhi Nabi, akan tetapi enggan masuk Islam. Bahkan anak dan isteri nabi nuh juga menjadi penentang dakwah nabi nuh.

Kita tidak boleh berhenti berdakwah dan pesimis dengan takdir, karena jiwa dan hati manusia selalu berubah-ubah. Hari ini membangkang, besok sadar, hari ini ahli maksiat, bulan esoknya menjadi ahli ibadah. Itulah rahasia Allah yang tidak akan pernah bisa terbaca oleh manusia. Mari menjelang puasa rmadha ini kita lakukan dan kumpulkan perbuatan-perbuatan baik, untuk bekal kehidupan kita nanti