Perempuan di Ujung Senja
Diujung senja bersama lembayung merah
yang indah, kutunggui harapan yang masih tersisa. Terselip sejuta asa yang
masih menggantung di langit-langit senja. Seperti baru kemarin aku masih berada
dalam belaiannya. Sejatinya perasaan yang
amat sangat wajar dan manusiaw, bila kenangan itu kembali menggelayuti rasaku. Aku
sadar benar, rasa sakit dan kecewa itu tidak lain dan tidak bukan adalah karena
harapan tinggi yang telah kugantungkan sendiri.
Aku sudah berusaha memahami tentang banyak hal.
Merubah, menerima, memahami, dan membuatnya bahagia. Aku berjuang untuk
mendapatkan asa tentangmu. Dia menggelayuti dalam derap langkahku, detak
jantungku dan helaan nafasku. Zikirku seakan dirimu. Hilang sudah aku ku dalam
dirimu.
Kini
jatuhku membawa luka. Kenangan dan sisa-sisa asa itu membuatku tersungkur dalam
nestapa. Imajinasikupun tak sanggup merangkai kata kedukaanku. Aku tak sanggup
menangkap sinyal bahagia yang menghampiriku. Pikirku betapa harap itu tak
selalu terwujud. Bayu yang mendekat tak kuanggap pesona. Kesejukan belaiannya
tak mampu meruntuhkan dukaku. Ternyata harapku tak berbanding lurus dengan mampuku. Aku tertekan, lemas, dan lumpuh asa.Tiap lakukumengarahkan pada kegagalan. Mampuku tak wujud.
Aku mati dalam sajak penyesalan. Pikirku hidup memang tak lepas dari masalah. Hidup bagikan pedal sepedah yang dikayuh. Kadang diatas dan kadang dibawah. Semangatku terusik. Ketika gemuruh ombak batin tak menentu dan kita merasa kehilangan harapan dan daya, berpikirlah bahwa: "Apakah keterpurukan adalah akhir perjalanan hidup?". Begitu kata Avanty, desainer kondang papan atas indonesia.
Aku berjuang untuk bertahan. Hidupku tidak hanya
sampai disini.Kalaupun asaku hilang tertelan duka, aku harus mengubahnya
menjadi tekad: “Aku bisa merubahnya lebih baik”. Aku perempuan dititik nol. Aku
harus bersyukur bahwa Allah masih memberiku kehidupan. Mungkin inilah cara
Allah untuk mengurku. Aku terngiang-ngiang perkataan Stephen
Hawking: “Andaikan harapan seseorang diturunkan hingga titik nol,
orang akan benar-benar menghargai semua yang dia miliki saat ini". Aku baru sadar, aku punya Tuhan.
Saatnya bersimpuh
dihadapanNya. Bersyukur atas nikmatNya. Serahkan jiwa raga, ikhlas terhadap asa yang
tersisa. Aku hanya bisa berharap, Allahlah penentunya. Ku kembalikan diriku ke
titik nol. Ku sisir kembali masa laluku, banyak sudah yang kucapai. Allah
begitu baik terhadapku. Aku tak boleh patah arang. Aku sadar setiap orang
ditakdirkan menghadapi masalah dan bahagia yang berbeda-beda. Memaafkan
bukan hanya memberi maaf kepada orang lain, tapi juga berdamai dengan diri
sendiri.
Kini
Matahariku tenggelam, terbungkus gelap gulita. Malam merayap kelam dan pekat. Lusa ada harap
dia akan membangunkanku dengan kehangatan cahayanya. Dan sampai hari ini,
dipenghujung senja aku masih setia dengan penantian itu.
Sebuah cerpen yg enak dibaca
BalasHapusKeren
BalasHapusWah.. Baperrrrr 😢
BalasHapusAl hamdulillah. Terimaksih supportnya..
BalasHapus👍👍👑
BalasHapus