Rabu, 08 April 2020

Cerpen: Jarum Neraka

Jarum Neraka
Ukurannya kecil. Ada tabung untuk mengisi cairan. Diujungnya ada jarum kecil yang tajam. Ya dialah jarum suntik. Benda ini sepertinya cukup familiar bagi kita, terutama bagi tenaga kesehatan, atau orang-orang yang sering sakit. Alat ini digunakan untuk memasukan cairan obat kedalam tubuh.
Tidak semua orang mampu menahan rasa ngeri ketika jarum yang tajam itu masuk kedalam tubuh kita. Termasuk diriku. Ceritanya pada waktu itu Sabtu, 23 September 1998. Pagi hari ku mengantar isteri untuk membeli sayur menggunakan motor bebek hitam kesayanganku. Lalulang lalulintas tidak begitu ramai, karena jalan yang kupergunkan adalah utama perumahan. Beberapa kendaran melintas dengan kecepatan sedang. Sesekali kulihat anak-anak baru gede boceng tiga, melaju dengan cepat tanpa memkai helm. Sepertinya mereka mengejar sesuatu. Mereka tidak tahu bahaya mengintai.
Sesampainya ditukang sayur kulihat ibu-ibu sudah mengerubungi tukang sayur. Ada yang masih memakai daster sampai yang dandanannya menor kayak artis dangdut. Hehehe...maaf ya. Ramai sekali. Disini sayuran dan lauk pauk yang dijual memang masih fresh. Isteriku memilih bebrapa sayuran segar dab lkan yang akan dimasak siang ini. Selesai sudah tugas mengantar isteriku belnja sayur dan lauk pauk. Akupun mengajaknya segera pulang.
Segera isteri naik keboncengan motor. Belanjaan sayur dan lauk aku kaitkan di pengait yang terlatak dibawan jok motor depan. Aku pun menjalankan motor dengan kecepatan biasa, sambl menikmati udara pagi yang sejuk. Kebetulan sepanjang jalan utama komplek perumahanku dipenuhi dengan pohon trembesi yang berdaun rindang. Semenatara dibawah beraneka ragam bunga mempercantik dan memperindah pandangan mata. Warna hijau, merah dan ungu bunga-bungaan mendomansi dipinggir jalan. Sampai tidak terasa sampailah simpang perempatan menuju rumahku. Aku segera mengambil jalan ke kiri ke jalan palem raya. Dan tiba-tiba.
Braaaak....sebuah motor yang dikendarai oleh anak baru gede nyelonong keluar menabrak ibu-ibu yang melewati gang tersebut. Si ibupun tak mapun mengenadlikan laju motornya, dan gubrak. Ibu itu jatuh tepat disamping motorku. Kulihat darah mengucur. Aku mencar dari mana itu keluar. Walaaah ternyata darah itu keluar dari kakiku, tepatnya di atas jempol. Luka robek menganga, terkena injakan rem motor si ibu. Sungguh pada saat itu aku tak merasakan sakit. Mungkin karena shock dan setengah sadar kali atas musibah itu. Sampai akhirnya seorang bapak menyuruhku untu segera ke klinik dokter Mursidi yang memang letaknya tidak jauh dari kejadian kecelakaan itu.
Segera ku ambil kunci motor anak yang menabrak ibu tadi. Aku paksa dia untuk ikut denganku ke Klinik untuk mempertanggung jawabkan perbutannya. Akhirnya dia pun ikut dibelakangku bersama isteriku sambil menuntun motornya. Sesampainya di Klinik, banyak orang yang ngantri berobat. Petugas administrasi seorang perempuan muda dan cantik meminta kepada pasien yang mengantri untuk memberikan kesempatan kepadaku untuk masuk ruang periksa. Mungkin karena dia meliahat kaki sudah banyak darah yang keluar dan mengenai lantai klinik.
Tiba didalam ruang periksa dokter dan perawat segera membersihkan lukaku. Terlihat luka panjang dan menganga. Dokterpun mengatakan kepadaku bahwa luka itu harus dijahit, untuk menghindari infeksi. Ketika mendengar itu ada rasa ngeri-ngeri sedap gitu. Waduuuh ...aku harus berhadapan benda tajam yang membuatku bergidik.
“Gimaana pak dijahit ya”, Kata bu dokter
“iya dok”, kataku dengan wajah pucat pasi.
“Disuntik dulu ya”. Dokter melanjutkan
“Hah disuntik?”. Tanyaku
“Iya pak , untuk menghilangkan rasa nyeri ketika dijahit” dokter cantik itupun menyiapkan jarum suntik
“Siap ya pak?” tanyanya mengagetkanku yang tengah memandang ngeri jarum suntik ditangannya.
Aku melihatnya seperti senjata rahasia dari seorang ninja yang siap melukaiku. Jarum itu seperti jarum neraka bagiku.
‘Sebentar ya dok, saya siapkan mental dulu”. pintaku
“Ya sudah jangan lama-lama 5 detik ya’ sudah siap?”
“Bentaaar doook”
“Pak cepetan mau dijahit ga? Banyak pasien yang sedang mengantri”. Tegasnya sambil mengoleskan alkohol
Mau tidak mau aku akhirnya menyetujui permintaan paksa dari bu dokter cantik itu. Aku pun pasrah ketika jarum kecil nan tajam itu menusuk kulit jempolku sebanyak tiga kali tusukan. Jeritan haluspun kutahan, karena malu sama isteriku dan pasien diluar yang pada melihat kearahku. Setelah itu jarum jahitpun kleuar masuk dengan lancar diarea luka yang menganga itu untuk kemudian dirapatkan kembali. Kudengar ngilu suara jarum jahit itu keluar masuk kedaging yang dijahit. Sret..sret. Alhamdulillah enam jahitan selesai dirampungkan oleh bu dokter. Dan akupun tidak merasakan sakit.
Akupun keluar untuk segera membayar jasa dokter dan mengambil obat. Daaan..... Al Hamdulillah orangtua anak tadi sudah datang ke Klinik dan membayar semua biaya pengobatan ditanggung olehnya.




2 komentar:

  1. Baca artikel pak he jadi inget 17 tahun yang lalu saya sangat takut dengan dengan peralatan medis terutama jarum suntik tetapi sekarang tidak lagi karena sudah sering keluar masuk rumah sakit

    BalasHapus
  2. Sampai sekarang saya masih takut bu. Tapi ya saya paksain,,,heheheh

    BalasHapus