Minggu, 05 April 2020

Mendesain pembelajaran Jarak Jauh



Mendesain Pembelajaran Jarak Jauh

01 April 2020,  pengalaman pertama mengikuti materi Kegiatan Belajar Menulis Gelombang 8 dengan menggunakan Webex Meeting Conference. Pada kesmpatan ini pengisi materinya adalah bapak Indra Charismiadji, Pengamat dan Praktisi di dunia Pendidikan yang populer dengan Pembelajaran Abad 21. Beliau juga penggagas E-Sabak, Mendesain Pembelajaran Jarak Jauh. Sayang sekali saya baru masuk 10-15 menit sebelum usai. Karen ada kegiatan yang tidak bisa saya tinggalkan. Dan akhirnya  saya tidak bisa mengikuti teleconfrence bersama beliau dari awal.

Saya pun berusaha untuk mencari materi awal-awal lewat beberapa blog teman-teman yang tergabung dalam kegiatan Belajar Menulis Gelombang 8. Dari beberapa blog ini saya mendapati bahwa diawal Pertemuan beliau menanyakan pengalaman peserta dalam mengajar menggunakan Daring (Dalam jaringan/ online) dan tidak menggunakan luring ( luar jaringan / offline) selama pandemi Covid-19. 

Guru dan teknologi informasi
Menurut beliau untuk masa sekarang ini, guru masih disibukkan dengan materi atau konten di dalam pengajaran dan belum terfokus pada cara belajar secara digitalisasi. Hal ini disebabkan beberapa hal diantarnya adalah tingkat ekonomi dan jaringan internet yang tersedia.  Bagi guru dan sekolah yang berada dikota dengan kemampuan tingkat ekonomi menengah ke atas, hal ini bukanlah merupakan suatu kendala. Masalahnya adalah bagi guru tinggal dipedesaan, banyak terkendala dengan teknologi serta SDM yang kurang memadai. Smartphone dan komputer masih termasuk barang yang mahal, banyak yang belum punya. Belum lagi terkendala sinyal atau jaringan internet.

Guru era digital guru harus sadar betul pentingnya teknologi bagi dunia pendidikan modern. Dengan pemanfaatan tekonologi tepat guna, peningkatan kualitas pendidikan di negara kita tercinta dapat terwujud dengan baik. Ingatlah, bahwa kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Guru dan dan teknologi saling berkelindan antara satu dengan yang lainnya. Kemjauan teknologi telah mempengaruhi cara belajar generasi digital. Mereka yang sudah akrab dengan dunia tekonologi akan lebih nyaman belajar dengan berbagi aplikasi kekinian. Mereka bisa mendapat materi pembelajarn degan mudah dari internet, youtube, dan lain-lain. Guru yang tidak bisa menggunakan teknologi akan tergantikan oleh teknologi itu sendiri.

Empat pilar pendidikan UNESCO
Selain kemampuan pemanfaatan teknologi dalam dunia pendidikan, guru juga perlu mengetahui dan mengaplikasikan empat pilar pendidikan dari  UNESCO (United Nations, Educational Scientific and Cultural Organization). Guru yang punya dedikasi tinggi terhadap profesinya  akan terus berusaha untuk mengaplikan ke empat pilar pendidikan itu, yaitu:
1.      Learning to know (belajar untuk tahu),
2.      Learning to  do (belajar untuk melakukan),
3.      Learning to be (belajar untuk menjadi sesuatu), dan
4.      Learning to live together (belajar untuk hidup bersama).

Untuk lebih jelasnya bagaimana aplikasi 4 pilar pendidikan dari UNESCO tersebut dibawah ini akan dipaparkan satu persatu;

Learning to know (belajar untuk tahu) memiliki arti peserta didik diharapkan dapat mencari dan mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya melalui pengalaman-pengalaman mereka atau orang lain. Learning to know selalu mengajarkan arti penting sebuah pengetahuan karena sebenarnya di dalam Learning to know terdapat Learning to learn yaitu peserta didik belajar memahami apa yang ada disekitarnya, menjadikan mereka lebih kritis dan bersemangat di dalam belajar karena hal ini merupakan bagian dari proses belajar (usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dan interaksi dengan lingkungannya) jadi mendapatkan ilmu tidak hanya dari bangku sekolah.

Learning to  do (belajar untuk melakukan)  peserta didik diajak untuk ikut serta dalam memecahkan masalah yang ada disekitarnya melalui tindakan nyata, menerapkan ilmu yang didapat, dan bekerja sama dalam sebuah tim untuk mendapatkan solusi dari suatu permasalahan diberbagai situasi dan kondisi.

Learning to be (belajar untuk menjadi sesuatu), pentingnya  mendidik dan melatih peserta didik agar menjadi pribadi yang mandiri yang dapat mewujudkan cita-cita dan dan impian mereka sesuai dengan bakat, minat dan kondisi lingkungannya. Guru sebagai fasilitator dan mediator untuk kemajuan peserta didiknya.

Learning to live together (belajar untuk hidup bersama) yaitu menanamkan kesadaran para peserta didiknya bahwa mereka adalah bagian dari kelompok masyarakat dari berbagai etnis sehingga mereka mampu bersosialisasi dan menyesuaikan diri dalam kehidupan bermasyarakat. 

Para pengajar harus menekankan pada cara mengajar 'How', bukan pada 'What'. What to learn yang merupakan konten mengajar dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman dan jika para pengajar hanya terfokus pada apa yang diajarkan maka tidak akan dapat mengikuti perkembangan jaman.

Pendidikan bukan tentang apa yang dipelajari tapi bagaimana cara belajar dan mempelajari sesuatu. Pendidikan harus terus mengikuti perkembangan zaman. Contoh perkembangan teknologi yang terus berubah dari zaman Nokia dan Blacberry hingga sekarang berbasis android. Hal ini merupakan perumpamaan bahwa jika kita berpatokan pada materi, maka materi itu akan usang pada masanya. Apalagi dimasa sekarang revolusi industi 4.0 semakin banyak pekerjaan yang akan tergantikan oleh teknologi terkini.

Selanjutnya beliau memaparkan pembelajaran jarak jauh yang efektif adalah menggunakan LMS (Learning Manajemen System). Menurut wikipedia,  Learning Management System (biasa disingkat LMS) adalah aplikasi perangkat lunak untuk kegiatan dalam jaringan, program pembelajaran elektronik (e-learning program), dan isi pelatihan.

Sebuah LMS yang kuat harus bisa melakukan hal berikut:
1. menggunakan layanan self-service dan self-guided
2. mengumpulkan dan menyampaikan konten pembelajaran dengan cepat
3. mengkonsolidasikan inisiatif pelatihan pada platform berbasis ‘’web scalable’’
4. mendukung portabilitas dan standar
5. personalisasi isi dan memungkinkan penggunaan kembali pengetahuan.

LMS merupakan sistem untuk mengelola catatan pelatihan dan pendidikan, perangkat lunaknya untuk mendistribusikan program melalui internet dengan fitur untuk kolaborasi secara ‘’online’’. Dalam pelatihan korporasi, LMS biasanya digunakan untuk mengotomatisasi pencatatan dan pendaftaran karyawan. Dimensi untuk belajar sistem manajemen meliputi ‘’Students self-service’’ (misalnya, registrasi mandiri yang dipimpin instruktur pelatihan), pelatihan alur kerja (misalnya, pemberitahuan pengguna, persetujuan manajer, daftar tunggu manajemen), penyediaan pembelajaran ‘’online’’ (misalnya, pelatihan berbasis komputer, membaca & memahami), penilaian ‘’online’’, manajemen pendidikan profesional berkelanjutan (CPE), pembelajaran kolaboratif (misalnya, berbagi aplikasi, diskusi), dan pelatihan manajemen sumber daya (misalnya, instruktur, fasilitas, peralatan). LMS juga digunakan oleh regulasi industri (misalnya jasa keuangan dan biopharma) untuk pelatihan kepatuhan. Mereka juga digunakan oleh institusi pendidikan untuk meningkatkan dan mendukung program pengajaran di kelas dan menawarkan kursus untuk populasi yang lebih besar yaitu seluruh dunia. Beberapa penyedia LMS termasuk "sistem manajemen kinerja" meliputi penilaian karyawan, manajemen kompetensi, analisis keterampilan, perencanaan suksesi, dan penilaian ‘’multi-rater’’ (misalnya, review 360 derajat). Teknik modern sekarang menggunakan pembelajaran berbasis kompetensi untuk menemukan kesenjangan belajar dan panduan materi seleksi pelatihan. (https://id.wikipedia.org/wiki/Learning_Management_System)

 Standar pembelajaran menggunakan Whatsapp (WA) tidak cocok untuk daring. Begitupun dengan ceramah melalui vidio Online. Selain membutuhkan bandwith yang besar siswa juga terkesan sekedar menerima informasi (diberitahu), padahal tuntutannya adalah bagaimana mereka bisa membuat karya dan bukan sekedar tahu. Pada abad 21 ini tugas guru adalah sebagai leader, fasilitator, sekaligus motivator bagi siswa. Guru seharusnya memberikan pengalaman belajar kepada siswa untuk menemukan sendiri solusi masalahnya.

Beliau menegaskan bahwa: “Secara proses, sebenarnya model pembelajaran modern ini sudah diatur dalam Permendikbud no. 22 tahun 2016 tentang Standar Proses” dengan prinsip sebagai berikut:
Dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu;
Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar;
Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah;
Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi;
Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu;
Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi;
Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;
Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills);
Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;
Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani);
Pembelajaran yang berlangsung di rumah di sekolah, dan di masyarakat;
Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas;
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan
Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.

Peran Guru di Abad 21
Dunia pendidikan harus kembali mengajarkan cara belajar Learning How to Learn  bukan Learning What to Learn belajar tentang sesuatu. Semua ini tercermin dari isi pembelajaran daring seminggu ini dimana guru masih berkutat tentang konten / materi yang dibuat untuk memberi tahu peserta didik daripada membiarkan mereka untuk mencari tahu sendiri.

Dengan adanya internet peserta didik dapat belajar untuk tahu, belajar untuk melakukan, belajar untuk menjadi sesuatu, dan belajar untuk hidup bersama dengan pendekatan yang sangat berbeda di masa pra internet dimana guru menjadi satu-satunya sumber belajar. Para pendidik cukup memfasilitasi bagaimana peserta didik dapat mencari tahu sumber belajar yang dapat dipercaya, bukan hoax, dan bukan sekedar opini seseorang yang kredibilitasnya masih diragukan
Ingatlah guru sebagai leader, Guru sebagai role model, guru sebagai motivator dan guru sebagai fasilitator tidak akan tergantikan dengan internet. Peserta didik tetap membutuhkan kita untuk memperoleh bimbingan dari apa yang mereka pelajari di intrente. Oleh karena itu kita sebagai guru harus terus belajar terutama tentang IT yang terus berkembang. Guru membimbing siswa menjadi lebih kreatif dalam pembelajaran dan penggunaan teknologi yang menyenangkan untuk siswa. Tugas yang diberikan kepada siswa lebih variatif serta bisa dijadikan sebagai portofolio.  Misalnya saja peserta didik diminta membuat blog yang berisikan artikel tentang hal-hal positif, membuat animasi pembelajaran dan lain sebagainya. Kegiatan ini bisa membuat peserta didik lebih kreatif lagi.

Penilaian pembelajaran
Sebagian guru masih bingung untuk memberikan nilai proses pembelajaran yang dilakukan melalui pembelajaran jarak jarah. Apalagi ada beberapa peserta didik yang tidak aktif. Salah satu caranya adalah dengan mencatat nama peserta didik tersebut dengan tugas-tugas tyang tidak dikerjakannya. Setelah itu hubungi orangtuanya. Bila belum berubah juga, sekolah harus memberikan surat teguran. Selain itu guru juga harus mencari tahu apa masalahnya. Sebab bisa jadi ada masalah serius di keluarga siswa, seperti orangtuanya terkena PHK, sakit, dan lain-lain. Guru harus harus fokus pada peniaian portofolio peserta didik, dan ajak mereka membuat blog, games aplikasi atau apa saja yang membuat mereka aktif dan kreatif sesuai masanya. 

3I Framework

Untuk mewujudkan pendidikan yang sesuai dengan abad 21, maka ketersediaan 3I menjadi syarat utamanya. 3I Framework merupakan kunci penting untuk dapat terlaksananya pendidikan yang sesuai Abad 21 ini, antara lain :

Infrastruktur, sesuatu yang berkaitan dengan apa yang akan kita gunakan dalam pembelajaran. Infra struktur yang memadai diperlukan untuk proses pembelajaran yang menggunakan ceramah, sreaming video, pembelajaran online dan offline yang seimbang. Pengadaannya  sangat disarankan oleh lembaga penyelenggara pendidikan. 

Infostruktur, sesuatu yang berkaitan erat dengan dunia digital untuk menginfokan keberaadan, kelebihan, dan prestasi-prestasi yang sudah dicapai melalui dunia maya. Setiap sekolah sebaiknya memiliki domain untuk web dalam pembelajaran daring/ online, sehingga memiliki pusat data terpadu dan menjaga keamanan informasi.

Infokultur, kultur di era digital harus dibangun dilingkungan sekolah sehingga menjadikan hal yang bukan baru lagi. Pembelajaran harus disesuikan dengan kultur zamannya.

Semoga dengan materi ini kita dapat membuat pembelajaran jarak jauh lebih menarik. Materi lengkap bapak Indra Charismiadji dapat diunduh disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar