Pertolongan Maut
Diangkat dari kisah nyata dengan beberapa
adaptasi tokoh dan cerita.
Perkenalkan namaku Hary. Lengkapnya Hary Tasyu Suripto. Aku lahir
dari keluarga yang berada. Aku mempunyai dua orang adik. Satu laki-laki yang
sedang kuliah semester satu di fakultas kedokteran Universitas Gajah Mada. Satu
lagi perempuan yang sekarang masih kelas satu SMA Negeri di kota Tangerang. Aku
sendiri sekarang sedang menulis skripsi sebagai syarat kelulusanku di di sebuah
Universitas Negeri di Bandung.
Ayahku seorang pengusaha. Ayah pengusaha ekspor impor minyak
mentah. Beberapa kapal Tanker ayah punyai untuk mendukung kelancaran usahanya. Relasinya
yang luas dari RT sampai Menteri membuat beliau tidak kesusahan dalam
menjalankan bisnis minyaknya. Semakin hari bisnis ayah semakin menggurita
karena mendapat dukungan dari para pejabat yang punya akses kesana. Pokoknya
mudahlah. Apalagi di zaman sekarang yang katanya korupsi makin susah, tapi
koruptor makin banyak dan semakin bebas berkeliaran. Dan bukan bisnis ayah yang
akan ceritakan disini. Baiklah, mari kita lanjutkan ceritanya.
Ibuku seorang Dokter. Sama seperti adikku, ibuku dulu
kuliah di Universitas Gajah Mada. Beliau wanita yang yang cerdas. Selain cerdas
beliau juga mempunyai wajah yang cantik. Beliau mengambil kuliah kedokteran. Beliau
pertama bertemu dengan ayah, ketika beliau
sedang menajdi koas disalah satu Rumah Sakit. Program di ini peruntukkan bagi
dokter muda yang akan diambil sumpah kedokterannya sebelum dia dinyatakan lulus.
Hal ini memang kewajiban yang harus ditunaikan oleh para calon dokter. Tidak mungkin ada seorang dokter yang tidak
pernah merasakan stase atau koas kedokteran. Bisa pastikan semua dokter pasti
akan mengalami yang namanya pengabdian kepada masyarakat ini sebelum terjun di
dunia medis yang sebenarnya. Program di laksanakan untuk mencetak
dokter-doketer handal yang siap pakai dimasyarakat dengan mengutamakan sumpah
janji kedokterannya.
Pada masa stase ini, calon dokter selalu didampingi
oleh seorang dokter senior yang sudah ahli di bidangnya. Sehingga seorang koas
akan selalu ada dimanapun dokter senior itu berada. Seperti amplop dan
perangko. Dia harus mengikuti dan menyerap ilmu apapun yang dikeluarkan oleh
sang dokter senior. Kebetulan
pemilik rumah sakit itu adalah papa dari ayah saya.
Ayahku terpesona melihat kecantikan ibuku.
Ayah yang sedang menemani papahnya melihat-lihat perkembangan rumah sakit,
langsung jatuh cinta pada pada pertama. Dan gayung pun bersambut. Ibuku juga
merasakan getaran yang sama. Waktu itu, ibu tidak tahu kalu ayah adalah anak
pemilik Rumah Sakit tempat ibu melaksanakan koas.
Kini ibuku praktik di Rumah Sakit yang sama. Beliau menjadi dokter
umum disana.
Hingga suatu hari terjadilah kegaduhan yang luar biasa di Halaman
Rumah Sakit. Seorang ibu, berteriak-teriak meminta pertolongan tenaga medis. Seorang
satpam dan tiga orang perawat perempuan, dengan sigap membantu korban. Dari
dalam mobil terlihat seorang ABG yang terkulai lemah. Darah mengucur dari
kepalanya. Tangan dan kakinya patah. Terlihat tulang keringnya keluar merobek
kulit yang membungkusnya. Sementara tangannya tidak bisa digerakkan.
Ibu yang waktu itu mendapat giliran dokter piket di IGD, bertanya terlebih
dahulu kepada ibu si pasien untuk segera melakukan tidakan perawatan. Sesuai
standar penanganan awal pasien dimasa pandemi corona ini, ibu kemudian bertanya
kepada ibunya pasien. Dan diawal gerbang pertanyaan ini juga sekilas sudah
diutarakan oleh satpam dan perawat.
“Ibu anak ibu kecelakaan dimana?”
“Di jalan tol yang belum dipergunakan. Dia bersama lima belas orang
temannya balpan liar disana” Jawab si ibu sambil terisak
“Saya tidak tahu, kalau dia ikut balap liar. Dia terjatuh karena
tersenggol lawan balapnya”
“Itu daerah mana bu?”
Si Ibu pasien kemuadian menyebutkan satu nama tempat yang memang
biasa ramai di gunakan anak-anak baru gede untuk melakukan balapan liar
“Bu, apakah sebelum kecelakaan anak ibu bepergian ke suatu tempat?”
“Ga bu dokter”
“Apakah anak ibu perhubungan dengan orang dari luar daerah ibu”
“Ga juga bu”
“Ada keluarga yang baru
pulang dari luar kota bu?”
“Ga bu”
“Apakah anak ibu mengalami batuk,
demam sesak nafas sebelum kecelakaan?"
“Ga juga bu dokter. Tolong segera tangani anak saya bu dokter” Ratapnya.
“Baiklah ibu, kami akan segera melakukan tindakan”.
“Iya bu dokter. Berikan yang terbaik untuk anak saya”. Harapnya.
“Mohon tenang dan selalu berdoa, semoga anak ibu dalam keadaan
baik-baik saja”
“Terimakasi, bu dokter”. Sejuta harapan di letakkan dipundak ibuku.
Ibu dan beberapa perawat segera berjibaku memberikan pelayanan
terbaik kepada pasien.
Penanganan awal dilakukan. Ibu memeriksa pernapasan, denyut jantung, dan
tekanan darah. Kemudian melakukan resusitasi jantung paru (CPR), yaitu dengan
menekan dada dari luar
dan memberikan bantuan pernapasan. Penyangga leher dan tulang punggung dipasang.
Untuk mencegah syok hipovolemik akibat pendarahan, pasien kemuadian diberikan
cairan infus.
Setelah melakukan pertolongan pertama, ibu segera menghubungi dr Atik Mujiastuti, SpBS, FFNS. Beliau adalah doketer
spesialis syaraf, teman sejawat yang juga teman kuliahnya dulu. Perdarahan dari patah tulang terbuka yang belum juga
berhenti membuat ibu memutuskan konsultasi ke dr.spesialis orthopaedi, yaitu dr.
Oe Wang Ting seorang dr keturuan china. Setelah
diperiksa lebih lanjut dr. Atikpun menyarankan untuk melakukan operasi emergency/Cito. Operasi tindakan bedah yang dilakukan dengan tujuan life saving pada seorang pasien yang berada dalam keadaan darurat. Perawatpun segera menghubungi ibu pasien menberikan lembar persetujuan pelaksanaan operasi.
******
Kriiing....kriiing.....kring
Bunyi telepon berdering ruang kantor ibu. Sudah beberapa minggu ini
ibu memang tidak pulang-pulang untuk melaksanakan panggilan tugasnya sebagai
dokter di masa pandemi ini. Kamipun sudah memaklumi itu dan sepenuhnya mendukung
keputusan ibu. Ibu segera mengangkat telepon. Semenit kemudian wajahya berubah
pucat.
"Apa? Jadi, pasien ABG korban balap liar itu positif covid-19?"
Tubuh ibu lunglai, tak berdaya. Bagaikan tanpa tulang tubuh ibu
melorot kebawah. Ibu terduduk lesu. Tak ada semangat membara lagi di rona
mukanya. Netranya menggambarkan kecemasan yang maha dahsyat. Pasien ditangani kemarin, yang diperiksa
dengan seksama segala cidera pada tubuhnya ternyata positif menderita Covid-19.
Masih terbayang dibenak ibu, ketika sebelum penanganan tindakan screening
awal covid-19 sudah dilakukan, dan hasilnya tidak ada kecurigaan ke arah sana.
Untuk memastikan itu, maka pihak Rumah sakitpun kembali memanggil
ibu si korban dan dimohon kejujurannya. Si Ibupun akhirnya mengaku bahwa paman
pasien baru pulang dari singapura dan sempat bertemu dengan korban beberapa
kali sebelum kecelakaan terjadi. Bahkan pernah jalan-jalan dan makan bersama. Rapid
testpun dilakukan, hasilnya membuat semua shock, positif! Inna lillahi wa
inna ilaihi raji'un. Duka itu tak hanya menimpa pasien dan keluarganya. Tapi
juga menimpa Ibu, dr. Atik, dr. Oe, petugas kesehatan dan lima belas orang
lainnya. Dan tentu tidak sampai disini. Keluarga mereka juga kan merasakan
dampak yang luar biasa.
Ibu tak menyangka, ABG korban balap liar dan meninggal dunia itu
ternyata positif Corona. Bisa dibayangkan kepanikan yang luar biasa dirumah
sakit itu. Satpam, Ibu, perawat, dr Atik Mujiastuti, dr. Oe, penata anstesi dan
lima belas orang lainnya, kini menjadi ODP. Mimpi burukpun akhirnya menjadi
kenyataan. Ibu dan orang yang terlibat dalam pengangan pasien ABG balap liar dikarantina.
Mereka harus diisolasi selama 14 hari. Segala kengerian, ketakutan, kepanikan
dan keputus asaan menjadi satu dalam nafas ketidak pastian. Berpisah sementara itu
adalah pilihan terbaik. Disebuah paviliun dibelakang Rumah Sakit, delapan belas
orang di karantina, dan delapan belas juga keluarga yang harus ditinggalkan. Inilah
jalan yang harus ditempuh. Mau tidak mau, Allah telah memilih mereka yang
menjadi pejuang melawan corona, kini harus terpapar makhluk tak kasat mata yang
menyeramkan itu.
Hari-haripun dijalani dengan ketidakpastian. Hanya doa dan harapan
yang masih tersisa. Semoga saja Allah memberi kesabaran kepada mereka. Di hari
ke-5 karantina, dr. Oei mengeluh demam, batuk dan sesak nafas. Usianya memang
yang paling tua diantara tenaga kesehatan dan petugas rumah sakit, 59 tahun. Ditambah
lagi penyakit diabetes menjadikan beliau yang paling rentan. Dokter Oe pun
diperiksa dan diswab, dirawat di ruang isolasi. Keadaannya semakin memburuk, setelah
itu ibu dan rekan-rekannya tidak lagi mendengar kabar dr. Oe.
Keadaan ini tentu saja membuat mereka bertambah stress, menangis
bahkan ada yang tidak mau makan dan mengurung diri di kamar. Ibu terus memompakan
semangat kepada rekan-rekanya;
"Kita harus kuat, harus makan makanan bergizi, minum vitamin
dan olahraga”. Begitu yang selalu ibu katakan.
“Tapi aku takut. Aku khawatir dan selalu memikirkan anak-anakku di
rumah”. Kata Surtini perawat yang dulu pertama kali memberikan pelayanan kepada
korban dan ibu korban.
“Iya saya mengerti. Sudahlah serahkan semua kepada Allah dan
orang-orang yang dirumah”
“Iya mari Kita tingkatkan daya tahan tubuh kita. Hilangkan
kekhawatiran. Kekhawatiran inilah yang menyebabkan separuh kekuatan tubuh kita
hilang”. Kata dr. Atik.
“Kita lawan covid-19 bersama-sama. Sehat lahir dan bathin, itu yang
kita perlukan.
Ada keluarga yang menanti di rumah". dr Atik menambahkan.
Dengan penuh optimis ibu selalu memberi motovasi bahwa mereka pasti
bisa melalui wabah ini dengan selamat dan berbahagia. Kami keluarga yang
ditinggalkan selalu berdoa, semoga ibu dan rekan-rekannya selalu dalam
lindungan Allah dan segera diberi kesahatan. Kami rindu untuk berkumpul kembali
bersama mereka.
*******
Untuk kalian yang masih sehat, tolong bantu para tenaga kesehatan.
Tetap tinggal di rumah. Stay at Home. Ning umah wae. Di bumi wae. Ngajedog sateh kata anak sekarang. Mereka sudah kewalahan merawat pasien. Jumlah
mereka tidak sebanding dengan jumlah orang-orang yang terus terinfeksi virus
ini. Terus dukung dan berikan doa yang tulus kepada para tenaga kesahatan,
semoga Allah selalu memberi kesabaran dan kesehatan kepada mereka.
Bagi mereka yang sudah merasakan gejala ringan serangan virus ini seperti:
Tetap dirumah. Isolasi diri kalian. Jangan menjadikan diri kalian sebagai pembawa virus bagi orang disekitar kalian. Jangan edgois. Jaga keluarga. Jaga sahabat. Jaga tetangga. Jaga warga sekitar kita.
Kemudian untuk melawan gejala-gejala itu lakukan tindakan-tindakan umum seperti dibawah ini:
Minum obat yang dijual bebas untuk mebgurangi rasa sakit, demam, dan batukGunakan pelmbab ruangan atau amndi air panas untukm meredakansakit tenggorokan dan batukPerbanyak istirahatPerbanyak asupan cairan tubuhMinum vitamin
Jika merasa khawatir dengan gejala yang dilami, segera hubungi pentyedia layanan kesahatan terdekat atau hubungi call center layanan Covid-19 di 112, 119 atau 081388376955
*****
Untuk para tenaga kesahatan yang sudah berjuang dengan sepenuh
tenaga, dan akhirnya mereka harus meninggalkan tugasnya untuk selama-lamanya,
semoga Allah, Tuhan Yang Maha Bijkasana, Tuhan Yang Maha Pengampun menempatkan
mereka di dalam keridaanNya. Dan bagi pemerintah dan para ulama terimakasih
sudah memberikan informasi bagi masyarakat. Saya berharap kepada pemerintah
untuk memberikan pelayan terbaik kepada para tenaga kesehatan.Berikan tempat
yang layak dan makanan yang sehat. Berikan “penghargaan” kepada mereka yang
sudah wafat, tidak hanya dengan ucapan turut berduka atau berbela sungkawa.
Semoga wabah pandemi ini segera musnah dari bumi Nusantara.
🤗🌷
BalasHapusterimakasih sudah mampir
BalasHapus