Sabtu, 11 April 2020

Cerpen: Pertolongan Maut


Pertolongan Maut
Diangkat dari kisah nyata dengan beberapa adaptasi tokoh dan cerita.

Perkenalkan namaku Hary. Lengkapnya Hary Tasyu Suripto. Aku lahir dari keluarga yang berada. Aku mempunyai dua orang adik. Satu laki-laki yang sedang kuliah semester satu di fakultas kedokteran Universitas Gajah Mada. Satu lagi perempuan yang sekarang masih kelas satu SMA Negeri di kota Tangerang. Aku sendiri sekarang sedang menulis skripsi sebagai syarat kelulusanku di di sebuah Universitas Negeri di Bandung.
Ayahku seorang pengusaha. Ayah pengusaha ekspor impor minyak mentah. Beberapa kapal Tanker ayah punyai untuk mendukung kelancaran usahanya. Relasinya yang luas dari RT sampai Menteri membuat beliau tidak kesusahan dalam menjalankan bisnis minyaknya. Semakin hari bisnis ayah semakin menggurita karena mendapat dukungan dari para pejabat yang punya akses kesana. Pokoknya mudahlah. Apalagi di zaman sekarang yang katanya korupsi makin susah, tapi koruptor makin banyak dan semakin bebas berkeliaran. Dan bukan bisnis ayah yang akan ceritakan disini. Baiklah, mari kita lanjutkan ceritanya. 

Ibuku seorang Dokter. Sama seperti adikku, ibuku dulu kuliah di Universitas Gajah Mada. Beliau wanita yang yang cerdas. Selain cerdas beliau juga mempunyai wajah yang cantik. Beliau mengambil kuliah kedokteran. Beliau pertama  bertemu dengan ayah, ketika beliau sedang menajdi koas disalah satu Rumah Sakit. Program di ini peruntukkan bagi dokter muda yang akan diambil sumpah kedokterannya sebelum dia dinyatakan lulus. Hal ini memang kewajiban yang harus ditunaikan oleh para calon dokter.  Tidak mungkin ada seorang dokter yang tidak pernah merasakan stase atau koas kedokteran. Bisa pastikan semua dokter pasti akan mengalami yang namanya pengabdian kepada masyarakat ini sebelum terjun di dunia medis yang sebenarnya. Program di laksanakan untuk mencetak dokter-doketer handal yang siap pakai dimasyarakat dengan mengutamakan sumpah janji kedokterannya.

Pada masa stase ini, calon dokter selalu didampingi oleh seorang dokter senior yang sudah ahli di bidangnya. Sehingga seorang koas akan selalu ada dimanapun dokter senior itu berada. Seperti amplop dan perangko. Dia harus mengikuti dan menyerap ilmu apapun yang dikeluarkan oleh sang dokter senior. Kebetulan pemilik rumah sakit itu adalah papa dari ayah saya.

Ayahku terpesona melihat kecantikan ibuku. Ayah yang sedang menemani papahnya melihat-lihat perkembangan rumah sakit, langsung jatuh cinta pada pada pertama. Dan gayung pun bersambut. Ibuku juga merasakan getaran yang sama. Waktu itu, ibu tidak tahu kalu ayah adalah anak pemilik Rumah Sakit tempat ibu melaksanakan koas.

Kini ibuku praktik di Rumah Sakit yang sama. Beliau menjadi dokter umum disana.
Hingga suatu hari terjadilah kegaduhan yang luar biasa di Halaman Rumah Sakit. Seorang ibu, berteriak-teriak meminta pertolongan tenaga medis. Seorang satpam dan tiga orang perawat perempuan, dengan sigap membantu korban. Dari dalam mobil terlihat seorang ABG yang terkulai lemah. Darah mengucur dari kepalanya. Tangan dan kakinya patah. Terlihat tulang keringnya keluar merobek kulit yang membungkusnya. Sementara tangannya tidak bisa digerakkan.

Ibu yang waktu itu mendapat giliran dokter piket di IGD, bertanya terlebih dahulu kepada ibu si pasien untuk segera melakukan tidakan perawatan. Sesuai standar penanganan awal pasien dimasa pandemi corona ini, ibu kemudian bertanya kepada ibunya pasien. Dan diawal gerbang pertanyaan ini juga sekilas sudah diutarakan oleh satpam dan perawat.
“Ibu anak ibu kecelakaan dimana?”
“Di jalan tol yang belum dipergunakan. Dia bersama lima belas orang temannya balpan liar disana” Jawab si ibu sambil terisak
“Saya tidak tahu, kalau dia ikut balap liar. Dia terjatuh karena tersenggol lawan balapnya”
“Itu daerah mana bu?”
Si Ibu pasien kemuadian menyebutkan satu nama tempat yang memang biasa ramai di gunakan anak-anak baru gede untuk melakukan balapan liar
“Bu, apakah sebelum kecelakaan anak ibu bepergian ke suatu tempat?”
“Ga bu dokter”
“Apakah anak ibu perhubungan dengan orang dari luar daerah ibu”
“Ga juga bu”
 “Ada keluarga yang baru pulang dari luar kota bu?”
“Ga bu”
 “Apakah anak ibu mengalami batuk, demam sesak nafas sebelum kecelakaan?"
“Ga juga bu dokter. Tolong segera tangani anak saya bu dokter” Ratapnya.
“Baiklah ibu, kami akan segera melakukan tindakan”.
“Iya bu dokter. Berikan yang terbaik untuk anak saya”.  Harapnya.
“Mohon tenang dan selalu berdoa, semoga anak ibu dalam keadaan baik-baik saja”
“Terimakasi, bu dokter”.  Sejuta harapan di letakkan dipundak ibuku.

Ibu dan beberapa perawat segera berjibaku memberikan pelayanan terbaik kepada pasien.
Penanganan awal dilakukan. Ibu memeriksa pernapasan, denyut jantung, dan tekanan darah. Kemudian melakukan resusitasi jantung paru (CPR), yaitu dengan menekan dada dari  luar dan memberikan bantuan pernapasan. Penyangga leher dan tulang punggung dipasang. Untuk mencegah syok hipovolemik akibat pendarahan, pasien kemuadian diberikan cairan infus.

Setelah melakukan pertolongan pertama, ibu segera menghubungi dr Atik Mujiastuti, SpBS, FFNS. Beliau adalah doketer spesialis syaraf, teman sejawat yang juga teman kuliahnya dulu. Perdarahan dari patah tulang terbuka yang belum juga berhenti membuat ibu memutuskan konsultasi ke dr.spesialis orthopaedi, yaitu dr. Oe Wang Ting seorang dr keturuan china. Setelah diperiksa lebih lanjut dr. Atikpun menyarankan untuk melakukan operasi emergency/Cito.  Operasi tindakan bedah yang dilakukan dengan tujuan life saving pada seorang pasien yang berada dalam keadaan darurat. Perawatpun segera menghubungi ibu pasien menberikan lembar persetujuan pelaksanaan operasi.

******
Kriiing....kriiing.....kring
Bunyi telepon berdering ruang kantor ibu. Sudah beberapa minggu ini ibu memang tidak pulang-pulang untuk melaksanakan panggilan tugasnya sebagai dokter di masa pandemi ini. Kamipun sudah memaklumi itu dan sepenuhnya mendukung keputusan ibu. Ibu segera mengangkat telepon. Semenit kemudian wajahya berubah pucat.
"Apa? Jadi, pasien ABG korban balap liar itu positif covid-19?"
Tubuh ibu lunglai, tak berdaya. Bagaikan tanpa tulang tubuh ibu melorot kebawah. Ibu terduduk lesu. Tak ada semangat membara lagi di rona mukanya. Netranya menggambarkan kecemasan yang maha dahsyat.  Pasien ditangani kemarin, yang diperiksa dengan seksama segala cidera pada tubuhnya ternyata positif menderita Covid-19. Masih terbayang dibenak ibu, ketika sebelum penanganan tindakan screening awal covid-19 sudah dilakukan, dan hasilnya tidak ada kecurigaan ke arah sana.
Untuk memastikan itu, maka pihak Rumah sakitpun kembali memanggil ibu si korban dan dimohon kejujurannya. Si Ibupun akhirnya mengaku bahwa paman pasien baru pulang dari singapura dan sempat bertemu dengan korban beberapa kali sebelum kecelakaan terjadi. Bahkan pernah jalan-jalan dan makan bersama. Rapid testpun dilakukan, hasilnya membuat semua shock, positif! Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Duka itu tak hanya menimpa pasien dan keluarganya. Tapi juga menimpa Ibu, dr. Atik, dr. Oe, petugas kesehatan dan lima belas orang lainnya. Dan tentu tidak sampai disini. Keluarga mereka juga kan merasakan dampak yang luar biasa.

Ibu tak menyangka, ABG korban balap liar dan meninggal dunia itu ternyata positif Corona. Bisa dibayangkan kepanikan yang luar biasa dirumah sakit itu. Satpam, Ibu, perawat, dr Atik Mujiastuti, dr. Oe, penata anstesi dan lima belas orang lainnya, kini menjadi ODP. Mimpi burukpun akhirnya menjadi kenyataan. Ibu dan orang yang terlibat dalam pengangan pasien ABG balap liar dikarantina. Mereka harus diisolasi selama 14 hari. Segala kengerian, ketakutan, kepanikan dan keputus asaan menjadi satu dalam nafas ketidak pastian. Berpisah sementara itu adalah pilihan terbaik. Disebuah paviliun dibelakang Rumah Sakit, delapan belas orang di karantina, dan delapan belas juga keluarga yang harus ditinggalkan. Inilah jalan yang harus ditempuh. Mau tidak mau, Allah telah memilih mereka yang menjadi pejuang melawan corona, kini harus terpapar makhluk tak kasat mata yang menyeramkan itu.

Hari-haripun dijalani dengan ketidakpastian. Hanya doa dan harapan yang masih tersisa. Semoga saja Allah memberi kesabaran kepada mereka. Di hari ke-5 karantina, dr. Oei mengeluh demam, batuk dan sesak nafas. Usianya memang yang paling tua diantara tenaga kesehatan dan petugas rumah sakit, 59 tahun. Ditambah lagi penyakit diabetes menjadikan beliau yang paling rentan. Dokter Oe pun diperiksa dan diswab, dirawat di ruang isolasi. Keadaannya semakin memburuk, setelah itu ibu dan rekan-rekannya tidak lagi mendengar kabar dr. Oe.

Keadaan ini tentu saja membuat mereka bertambah stress, menangis bahkan ada yang tidak mau makan dan mengurung diri di kamar. Ibu terus memompakan semangat  kepada rekan-rekanya;
"Kita harus kuat, harus makan makanan bergizi, minum vitamin dan olahraga”. Begitu yang selalu ibu katakan.
“Tapi aku takut. Aku khawatir dan selalu memikirkan anak-anakku di rumah”. Kata Surtini perawat yang dulu pertama kali memberikan pelayanan kepada korban dan ibu korban.
“Iya saya mengerti. Sudahlah serahkan semua kepada Allah dan orang-orang yang dirumah”
“Iya mari Kita tingkatkan daya tahan tubuh kita. Hilangkan kekhawatiran. Kekhawatiran inilah yang menyebabkan separuh kekuatan tubuh kita hilang”. Kata dr. Atik.
“Kita lawan covid-19 bersama-sama. Sehat lahir dan bathin, itu yang kita perlukan.
Ada keluarga yang menanti di rumah". dr Atik menambahkan.

Dengan penuh optimis ibu selalu memberi motovasi bahwa mereka pasti bisa melalui wabah ini dengan selamat dan berbahagia. Kami keluarga yang ditinggalkan selalu berdoa, semoga ibu dan rekan-rekannya selalu dalam lindungan Allah dan segera diberi kesahatan. Kami rindu untuk berkumpul kembali bersama mereka.
*******
Untuk kalian yang masih sehat, tolong bantu para tenaga kesehatan. Tetap tinggal di rumah. Stay at Home. Ning umah wae. Di bumi wae. Ngajedog sateh kata anak sekarang. Mereka sudah kewalahan merawat pasien. Jumlah mereka tidak sebanding dengan jumlah orang-orang yang terus terinfeksi virus ini. Terus dukung dan berikan doa yang tulus kepada para tenaga kesahatan, semoga Allah selalu memberi kesabaran dan kesehatan kepada mereka. 

Bagi mereka yang sudah merasakan gejala ringan serangan virus ini seperti:
Hidung beringussakit kepalaBatukSakit tenggorokanDemamMerasa tidak enak badan

Tetap dirumah. Isolasi diri kalian. Jangan menjadikan diri kalian sebagai pembawa virus bagi orang disekitar kalian. Jangan edgois. Jaga keluarga. Jaga sahabat. Jaga tetangga. Jaga warga sekitar kita.

Kemudian   untuk melawan gejala-gejala itu lakukan tindakan-tindakan umum seperti dibawah ini:

Minum obat yang dijual bebas untuk mebgurangi rasa sakit, demam, dan batukGunakan pelmbab ruangan atau amndi air panas untukm meredakansakit tenggorokan dan batukPerbanyak istirahatPerbanyak asupan cairan tubuhMinum vitamin

Jika merasa khawatir dengan gejala yang dilami, segera hubungi pentyedia layanan kesahatan terdekat atau hubungi call center layanan Covid-19 di 112, 119 atau 081388376955


*****
Untuk para tenaga kesahatan yang sudah berjuang dengan sepenuh tenaga, dan akhirnya mereka harus meninggalkan tugasnya untuk selama-lamanya, semoga Allah, Tuhan Yang Maha Bijkasana, Tuhan Yang Maha Pengampun menempatkan mereka di dalam keridaanNya. Dan bagi pemerintah dan para ulama terimakasih sudah memberikan informasi bagi masyarakat. Saya berharap kepada pemerintah untuk memberikan pelayan terbaik kepada para tenaga kesehatan.Berikan tempat yang layak dan makanan yang sehat. Berikan “penghargaan” kepada mereka yang sudah wafat, tidak hanya dengan ucapan turut berduka atau berbela sungkawa.

Semoga wabah pandemi ini segera musnah dari bumi Nusantara.









2 komentar: