Jumat, 01 Mei 2020

Menulis Setiap Hari Penerbit Menghampiri


Menulis Setiap Hari Penerbit Menghampiri


Siang hari ini kita akan mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dari seorang yang luar biasa. Beliau adalah bapak Dadang Kadarusman.  Ayah beliau seorang guru sekolah dasar. Ketika beliau masih kecil, ayahnya sering membawakan buku-buku bacaan. Dari situlilah beliau menjadi suka membaca. Dan dari kegemaran membacanya itu kemudian beliau berkeinginan untuk menulis. Jadi sejak kecil beliau sudah menulis. Sampai hari ini, beliau masih terus menulis

Tema kita kali ini adalah tentang MENULIS SETIAP HARI dan MENERBITKAN BUKU

Beliau kemudian mengajukan pertanyaan:
Saya tanya, cara apa yang tidak Anda ketahui itu?
Saya tidak tahu apakah hal itu juga dihadapi oleh bapak ibu di forum ini.
Ya cara menerbitkan buku, jawabnya.
 Apa itu yang harus diperbaiki?
Ternyata yang harus diperbaiki adalah jalan Pikiran  tentang "Cara Menerbitkan buku."

Dari dialog sederhana itu kemudian saya melihat ada satu aspek yang perlu diperbaiki pada orang yang ingin mempunyai hasil karya berupa buku. Ketahuilah bahwa hari ini, menerbitkan buku itu sangat mudah sekali. Beda dengan 20 tahun lalu ketika saya pertaman kali ingin menerbitkan buku. Ditolak penerbit itu biasa sekali.

Sekarang tantangan terbesar kita BUKAN pada menerbitkan bukunya. Melainkan pada MENULIS SETIAP HARInya.  Jika kita bisa menulis setiap hari, maka kita akan sampai pada titik dimana kualitas tulisan kita akan sangat menarik bagi penerbit. Kita, tidak perlu mendatangi penerbit lagi, mereka yang datang kepada kita. Buku-buku saya pada umumnya adalah hasil dari penerbit datang dan menawarkan untuk menerbitkan naskahnya. Kan enak ya kalau begitu.  Nantinya tinggal kita  saja mau menerbitkannya atau tidak. So, pembahasan kita kali ini akan saya fokuskan kepada cara menulis setiap harinya. Sebab saya percaya bahwa, penerbit akan mendatangi Anda jika skill menulis Anda sudah sesuai dengan yang mereka cari. Jadi pelajaran pertama, jangan lagi berpikir bahwa menerbitkan buku itu susah. Gampang banget.

Lalu bagaimana seseorang bisa menulis setiap hari?
Menulis satiap hari butuh skill dan triknya.  Bagi orang-orang yang bisa menulis setiap hari suprise bangeet. Ada seorang penulis yang menerbitkan buku tapi bukan karyanya sendiri, dia membayar orang lain untu menulis dan kemudian diakui sebagai karyanya. Seorang penulis profesionalpun ternyata tidak menulis setiap hari. Yang menulis adalah orang lain atau ghost writyernya.  Inilah adalah efek dari sesesorang yang hanya ingin menerbitkan buku. Dia akan bergantung kepada orang lain. Berbeda dengan orang yang mengasah kemampuanya dengah menulis setiap hari, tanpa memikirkan bukunya diterbitkan atau tidak. Ketika seseorang yang tidak mempunyai kemmapuan untuk menulis buku, tapi dia mengasah keterampilannya dengan terus menerus dia akan mudah untuk dapat menerbitkan bukunya.

Sekarang, saya akan membahas tetang 'WHY' -nya terlebih dahulu.

Mungkin bapak Ibu bertanya, kenapa kita perlu menulis setiap hari? Seperti kata pepatah “Alah Bisa, Karena Biasa.” Jadi, orang yang terbiasa melakukan sesuatu akan mahir dalam melakukannya kan ya. Contoh, Ibu dan bapak guru kan suka menasihati anak didiknya agar membiasakan diri untuk melakukan sesuatu. Tujuannya apa? Untuk membuat anak didik itu mahir melakukannya. Demikian pula halnya dengan menulis. Jika kita melakukannya setiap hari, maka kita akan menjadi mahir menulis.

Contoh lain. Bapak Ibu ini kan jago banget kalau bicara didepan kelas. Banyak pula professor di kampus yang hebat dalam memberi kuliah. Tapi, ketika diminta untuk membuat sebuah karya tulis; jadi gelagapan. Padahal temanya adalah bidang yang dikuasainya dan biasa diajarkan kepada anak didiknya. Kenapa nggak bisa? Karena, para guru terbiasa bicara. SETIAP HARI BICARA. Namun, tidak terbiasa MENULIS. Makanya, kita perlu SETIAP HARI MENULIS. Agar kelak kita jadi terampil menuangkan gagasan bukan hanya melalui lisan saja. Melainkan juga dalam bentuk tulisan.
Yang kedua, kenapa kita perlu menulis setiap hari. Karena menulis setiap hari itu membantu menjaga keselarasan antara otot-otot tubuh kita, juga jiwa. Jadi, nanti kalau kita sudah terbiasa menulis. Melihat apapun, selalu ingin menerjemahkan apa yang kita lihat itu kedalam bentuk tulisan. Dan itu terjadi secara refleks saja. Begitu pula ketika kita merasakan sesuatu.

Orang yang tidak terbiasa menulis, bisa saja memendam perasaan itu. atau butuh seseorang yang mau mendengarnya. Padahal, belum tentu ada yang mau dengan kan? Tapi jika dia terbiasa menulis, maka dia selalu punya teman untuk mencurahkan perasaannya. Caranya yaitu dengan selembar kertas dengan pena kalau dulu. Kalau sekarang, tinggal ambil smart phone maka kita bisa mencurahkannya disana

Yang ketiga, menulis setiap hari itu merupakan healing remedy. Jadi, jika terbiasa menulis, kita bisa menjadi pribadi yang lebih sehat.  Kesimpulannya, kenapa perlu menulis setiap hari adalah; Karena seorang penerbit buku sejati, bukanlah orang yang meminta bantuan orang lain untuk menuliskan naskah bukunya. Melainkan orang yang memiliki kemampuan untuk menuliskan sendiri naskahnya secara mandiri.

Bagimana kemampuan itu diasah? Dengan cara berkomitmen untuk tidak melewatkan 1 hari pun dalam hidup kita TANPA MENULIS.  Jadi, bapak ibu sekalian. Jika Anda sungguh-sungguh ingin menjadi penulis handal; mulai sekarang, berkomitmenlah untuk menulis setiap hari. Seberapa banyak? Kalau saya pribadi, 1 hari 1 artikel. Nah kalau ukurannya jumlah artikel, berarti tidak ditentukan jumlah katanya. Kalau jaman dulu kalau kita mau mengirim artikel ke koran, itu ada ketentuan jumlah kata. Hal itu membuat penulis pemula kesulitan. Kenapa ? Karena bukan hal yang mudah untuk menuanggkan gagasan secara indah dengan jumlah kata yang ditentukan. Maka bagi saya, ukurannya adalah "1 Artikel".  Artikel itu apa? Sebuah paparan yang memuat buah pikiran penulis sehingga dapat dipahami oleh orang lain. Begitu ukurannya.

Jadi, yang penting dalam 1 hari itu ada karya tulis ibu bapak yang "KALAU" dibaca orang lain, mereka akan memahaminya.  Oya, kenapa saya pakai kata KALAU?  Karena, belum tentu ada orang yang membaca artikel itu.  Duh, sedih banget ya. sudah cape-cape nulis tapi kok nggak ada yang baca. Nah, ini penting bapak ibu. Ditahap belajar ini, sebaiknya kita tidak terlalu baper soal ada yang baca apa tidak. Kkenapa? Karena kalau orang lain baca pun belum tentu feedbacknya positif. Tidak sedikit orang yang berhenti menulis karena pembacanya memberi feedback negatif. So, yang penting menulis saja dulu. Kalau tulisannya sudah memenuhi standar minimal untuk dibaca orang, YAKIN DEH bakal dibaca.

Setelah membahas tentang WHY yang berhubungan proses membiasakan diri dalam menulis itu Sekarang kita bahas WHATnya.

WHAT makes you write something?  Apa sih yang menjadi mendorong Anda untuk menulis? Pertanyaan ini sederhana. Tapi orang yang tidak menemukan jawaban yang tepat, akan berhenti ditengah jalan. Jadi mari kita tanyakan kepada diri sendiri dulu apa yang mendorong kita menulis. dengan kata lain, apa sih tujuan kita menulis?

Contoh. Ada orang yang menulis agar mendapatkan uang? Ada. Dulu, saya pernah berada di level itu. Saya menulis untuk mendapatkan uang, karena saya butuh untuk biasa sekolah. Apakah saya berhasil? Lebih banyak gagalnya daripada berhasilnya. Lebih banyak naskah yang dikembalikan redaksi daripada diterbitkan. Saat itulah kemudian saya sadar bahwa, menulis karena ingin mendapatkan uang; bukanlah nilai pribadi saya. Dan sampai sekarang, saya menulis BUKAN untuk uang. Bapak ibu boleh nggak menjadikan uang sebagai pendorong utama dalam menulis. boleh saja. tidak masalah. Tapi nanti seiring berjalannya waktu kita akan menemukan apa dorongan yang paling cocok buat kita.

Kedua, menulis dengan dorongan INGIN BERBAGI PENGETAHUAN. Nah, yang ini menurut hemat saya; paling sesuai dengan jiwa pendidik seperti kita. Bapak ibu boleh nggak menjadikan uang sebagai pendorong utama dalam menulis. boleh saja. tidak masalah. Tapi nanti seiring berjalannya waktu kita akan menemukan apa dorongan yang paling cocok buat kita. Menulis dengan dorongan INGIN BERBAGI PENGETAHUAN inilah yang  menurut hemat saya; paling sesuai dengan jiwa pendidik seperti kita. Dulu ketika saya menulis karena uang, kadang saya kecewa karena penerbit menolak. Seperti diremehkan oleh mereka deh rasanya. Kita juga bisa kecewa jika bayarannya ternyata tidak seperti yang kita harapkan. Royalti penulisan buku misalnya. Lalu kalau menulis setiap hari Idenya dari mana? Ini pertanyaan banyak orang. Nah ini penting saya sampaikan. Bapak ibu,  segala hal yang bisa ditangkap oleh panca indra kita adalah sumber ide. Tinggal kita olah saja. Pegang teguh prinsip itu. Berapa banyak rangsangan yang masuk kedalam sistem panca indra dan indra ke 6 kita? Jumlah rangsangan itu TAK TERHINGGA.  Oleh kerena  itu berarti bahwa sumber ide penulisan kita bisa SAAAANGAT banyak

Contoh. Hal apa yang bapak ibu tangkap dengan panca indra sekarang? Ada bunyi AC? Itu sumber ide. Ada suara seseorang yang lewat didepan rumah? itu sumber ide. Ada bunyi PRAAAANG! gara-gara panci jatuh? semua sumber ide. Dan ide itu, hanya butuh sentuhan berupa mengolah pikiran yang kemudian menuangkan hasil olah pikir itu kedalam tulisan. Karena rangsangan itu selalu ada setiap hari, maka kita semua sebenarnya bisa menulis setiap hari.

Mater kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab

Selamat siang
Saya Dwi Mulyanti. Dr SMKN 1 Kademangan Kab. Blitar.
Pertanyaan saya
1. Berapa lama pengalaman bapak mengasah menulis hingga akhirnya dipercaya oleh penerbit seperti sekarang ini?
2. Sebagai permulaan, Seperti apa strategi dan Tips memilih penerbit yang sesuai dengan buku yang akan kita terbitkan?
Baik Bu Dwi. Saya mulai menulis sejak SD, aktif sekali SMP sampai ikut lomba-lomba. Berarti sudah sekitar 40 tahun menulis. 1. Kapan mulai dipercaya oleh penerbit? Sekitar 10 tahun lalu. Jadi butuh 30 tahun perjalanan terlebih dahulu. Tapi, ada tapinya. Kondisi saya dulu beda dengan sekarang. Dulu, penerbit hanya sedikit. Dan mereka punya bargaining power yang sangat tinggi. Maka mereka sulit ditembus. Sekarang, ada Sangat banyak penerbit. bahkan menerbitkan sendiri pun bisa. Sehingga Bu Dwi tidak butuh waktu selama saya untuk diercaya penerbit. #2. Kalau kita masih pemula, sebaiknya tidak usah menerapkan terlalu banyak kriteria penerbit. Karena kita yang masih pemula butuh mereka kan ya. Strateginya paling gampang adalah; Ibu terus ikut kursus menulis seperti ini, lalu bikin naskah sambil konsultasi terus dengan penyelangara. Omjay, misalnya. Saya yakin beliau bisa menghubungkan kita dengan penerbit. Jadi ininya seperti saya jelaskan diawal; Fokus dulu kepada proses mengasah skill menulisnya saja. Lalu biarkan hasil karyawa ibu berseliweran diruang publik. Nanti, bakal seperti bakal jadi seperti lampu yang menarik perhatian para laron.

Pertanyaan selanjutnya:
Saya Syukri dari padang mau tanya sama bang deka, yang pertama,nulis setiap hari kalau dipaksakan mungkin bisa ya bang. Tapi tentang Themanya apakah harus terstruktur atau bagaimana bang. Yang kedua berapa banyak kah kita harus nulis per hatinya? . Yang ketiga untuk masa berapa lama tulisan trsebut kita kumpulkan?. Makasih atas jawabannya bang deka.
Baik Pak Syukri. Betul pak, kalau dipaksa bisa. Tapi, 'paksaan' adalah sebuah proses yang efektif untuk mendisiplinan seorang pembelajar yang belum memiliki 'refleks menulis' sendiri. Saya misalnya, sudah mulai menulis sejak SD. Tapi menulis setiap harinya barus setelah bekerja dibisa HR. Bahkan bagi yang sudah biasa menulispun butuh dipaksa. 1) Mengenai Thema, dalam tahap belajar; TIDAK USAH KHAWATIR SOAL TEMA dan sistematika penulisan. Pokoknya nulis saja. Tidak usah takut salah. toh ini bukan UN kan? Kalau saya bicara dengan penulis yang sudah pro, saya menuntut mereka hasil karya yang pro. Tapi, bagi pembelajar, yang terpenting adalah; kemauan untuk terus praktek menulis. Lalu, bersedia mendengar masukan dari orang lain untuk perbaikannya. 2) berapa banyak perhari? Targetkan 1 karya tulis. Sepanjang apa? Berapa kata? Bebas. yang penting, karya tulis itu bisa menampung buah pikiran sehingga pembaca mengerti. Contoh,. jika kita ingin menulis dengan tema "PANTANG MENYERAH" misalnya. Tulisan bapak tidak usah 1000 kata. Cukup 2 atau 3 paragraf saja. Lalu, minta orang lain baca. Jika mereka bisa menerima atau mengerti ide yang ingin bapak sampaikan, berarti tulisan itu sudah menjadi 1 artikel. Nanti, panjang dan bobot tulisannya pelan-pelan ditingkatkan. 3) Tidak ada standar berapa lama masa pengumpulan. kecuali jika bapak punya kontrak dengan penerbit. Misalnya disepakati dalam 2 bulan naskah harus selesai. Kalau bapak menulis untuk tujuan lain, maka waktunya bisa beda lagi.

Pertanyaan ketiga
Nama saya Heni Ekawati, S.Pd, M. Pd, Asal sy dr Aceh,,sy betugas di SLB. B YPAC BANDA ACEH
Sy ingin bertanya pak,,dari mana awalnya sy bercerita yang saya ingin menuliskan tentang kisah Anak Istimewa yaitu Dunia Tanpa Suara.
Bu Heni Ekawati. Itu topik yang keren. kalimat "DUNIA TANPA SUARA" saja sudah mengundang pertanyaan orang. "Apaan sih maksudnya?"
Saya contohkan ya. Saya akan memulai sebuah tulisan dengan tema itu. nanti bisa ibu lihat bagaimana mengawali tulisannya.
Paragraf 1:
Hey kamu. Pernahkah kamu membayangkan bagimana seandainya tidak seorang pun bersuara didunia ini. Tentu akan sepi sekali harimu kan? Tapi. bisakah kamu membayangkan seandainya hal itu benar-benar terjadi? Sekarang. Coba pejamkan matamu. Lalu bayangkan. Andai saja tak segencring suara pun tertangkap pendengaranmu.
Pragraf 2
Eh, tapi. menurut kamu. Apakah mungkin telingamu benar-benar tidak bisa mendengat bahkan sekedar bunyi 'ting' pun? Nggak ya. Nggak mungkin kamu nggak dengar bunyi anakku. Tahu kenapa? Karena ketahuilah sayang, bahwa Allah sayang banget sama kamu. Sehingga engkau bisa mendengar berbagai macam suara.
Paragraf terakhir
Nak. Kamu sudah bersyukurkah dengan karunia indah itu? Karena ada loh, di desa sebelah. Seorang gadis yang tidak seberuntung kamu, sayang. Tapi sejak lahir sampai usianya yang menginjak 15 itu, tidak pernah mendengar apapun ditelinganya selain hening semata. Hebbbatnya...., gadis itu tidak pernah mengeluh nak. Tidak pernah pula sekalipun dia bersedih. Pokoknyaaa... a-... aaapa ya. Ehm, ibu...ibu kehabisan kata-kata untuk menjelaskan kemulian dirinya dibalik heningnya dunianya. Jika kamu tidak keberatan, sayang. Bolehkan Ibu mencari tahu lebih banyak tentangnya dan menceritakan kisah indah tentang gadis itu kepada hari Jumat nanti?
Sudah sampai pesannya nggak dengan 3 paragraf itu? Minimal ada 1 gagasan yang sudah sampai kepada pembaca. Dan diujung ceritanya, ada 'komitmen' untuk melanjutkan.
Kesimpulan: orang bilang memulai itu sulit sekali. kalau saya bilang: MULAI SAJA SARI SEBUAH KATA yang terlintas dalam pikiran Ibu. Insya Allah. nanti akan mengalir dengan sendirinya. Dan kalau saya, biasanya sebelum menulis bilang begini: Ya Allah, apa yang saya harus tuliskan hari ini? Bimbing saya ya Allah ya.

Pertanyaan ke empat
Assalamualaikum Pak Dadang.saya baru tahu adanya Gosh writter itu.tapi saya ingin menerbitkan buku itu klo hasil dari tulisan saya sendiri. yang menjadi hambatan saya selalu ga pede ketika ingin mulai menulis, seakan ide itu hilang.bagaimana caranya supaya tetap semangat untuk bisa menulis dan supaya ide itu ga hilang. Eti Haryati dari Bogor
waalaikumsalaam warohmatullah. Bu Eti.  Keren. Ijinkan saya menambahkan bahwa menggunakan jasa "GHOSTWRITER" itu bukan hal yang buruk ya. Tapi itu cocoknya hanya untuk mereka yang hanya ingin menerbitkan buku. kalau kita kan ingin menjadi penulis terampil, maka itu bukan opsi yang tepat buat kita. Mengenai tidak pede. Itulah sebabnya tadi saya sampaikan bahwa dalam proses latihan menulis, kita tidak perlu terikat dengan target berapa jumlah kata. kan di sekolah dulu ada pelajaran mengarang ya. bu gurunya bilang panjang tulisan minimal 1500 kata. Widiiih, bagi pemula mah pusing banget. Jadi nyantai aja. Dan tadi kita bahas juga tentang,  tidak usah baperan dengan respon orang terhadap kualitas tulisan kita. Kita cuek maksudnya? Bukan. Tapi, kita harus menerima diri sendiri sebagai orang yang baru belajar. Jadi, kalau pun tulisan kita 'tidak laku' ya nggak apa-apa. Kan baru belajar. Latih terus aja. Bikin tulisan terus. Kalau belum berani menunjukkan tulisan itu pada orang lain, biarin aja jadi koleksi pribadi kita. Sambil terus memperbaiki tekniknya. Nanti kalau sudah ada tulisan yang 'layak' dicobain ke orang lain, tunjukkan saja. kalau bisa, pilih orang yang tidak akan bersikap negatif.
Banyak orang tidak pede saat mau menuangkan gagasan lewat tulisan. Saya bilang, hey boleh jadi seseorang sedang menanti buah pikiran mu untuk dibacanya dengan penuh kekaguman. So menulislah.

Pertanyaan ke lima
Maaf Om DK, dalam menulis sebuah buku apakah kita menentukan judul baru menulis artikel2 yg berkaitan dgn judul atau kita menulis artikel2 dulu baru diberi judul utk menjadi sebuah buku? Agus Purwadi, Ponjong
Dulu buku saya yang judulnya "OUTSHINE" diberi judul duluan. Naskahnya ditulis belakangan. Sedangkan buku "KETIKA SEMUT DAN GAJAH BEKERJA" ditulis naskahnya duluan. Jadi, tidak ada keharusan menulis judul dulu atau naskah duluan.

Pertanyaan selanjutnya
Saya coba menulis di kompasiana namun yang membacanya tidak begitu banyak, Apakah tulisan-tulisan itu bisa di jadikan buku kompilasi. Isar Daduki
Nah, pak Isar. Kalau sebuah tulisan sedikit yang baca, TIDAK BERARTI tulisannya tidak bagus. Bisa saja tempat penayangannya yang kurang tepat. Tulisan-tulisan bapak bisa dibuat kompolasi

Pertanyaan berlanjut
Assalamu'alaikum, Sangat menarik Om Deka. Bagamana menjaga keistiqomahan menulis setiap hari? Sebab bagi sy kdg semangat menulis, kdg luruh semangatnya. Terima kasih. Isminatun, Sukoharjo
Waalaikumsalaam warohmatullah Bu Isminatun.
Itulah pentingnya menemukan WHAT MAKES YOU WRITE yang tadi kita bahas. Karena hal itu akan menentukan tingkat istiqomah kita. Tapi jawaban dari WHAT tadi sifat individual. Kalau kita menulis karena uang, maka bakal berhenti ketika hasil karyawa kita nggak jadi uang banyak. Tapi kalau kita punya alasan yang lebih tinggi lebih mulia lebih bernilai Insya Allah akan istiqomah. Saya, misalnya. Sekarang menulis lebih karena ingin agar Allah mengajari saya sesuatu. lalu yang Allah ajarkan itu saya bagikan kepada orang lain. Dengan itu, maka saya selalu tanya; Ya Allah, hari ini saya bisa belajar apa?  Dapat jawabannya. Dituliskan lalu dibagikan. Makanya sekarang saya justru lebih tertarik untuk menulis artikel setiap hari kemudian diberikan secara free daripada memikirkan menerbitkan buku. Dengan demikian, maka gagasan saya bisa lebih cepat sampai kepada orang lain. Kesimpulan: Temukan, hal apa yang bisa membuat ibu ingin menulis. Atau apa tujuan ibu menulis. Jika sudah ketemu, nanti ibu akan dengan sendirinya menulis secara produktif

6 komentar:

  1. menulislah bukan karena uang tapi karena menulis adalah sebuah kebutuhan

    BalasHapus
  2. keren.., semoga menulis memberi manfaat bagi diri kita dan orang yang membacanya.

    BalasHapus
  3. menulis menulis dan menulis.. menulis bukan karena uang .. semangat pak ..

    BalasHapus