Jumat, 15 Mei 2020

Cintai penolakan penerbit dengan terus menulis



Ketika ditolak penerbit

Menerbitkan buku adalah impian semua penulis. Tapi impian itu kadang tidak berbanding lurus dengan kenyataa. Tulisan ynag sudah kita susun untuk menjadi buku, tidak jarang ketika dikirim ke penerbit ternyata mendapat penolakan. Ambyar sudah impian itu, sedih rasanya buku yang kita tulis ditolak oleh penerbit. Begitulah perasaan yang menggelayuti blogger dan yuutuber Wijaya Kumsuma atau yang biasa di panggil om. Makan tak enak, tidurpun tak nyenyak. “Sakitnya tuh di sini! (sambil mengelus dada) hahaha. Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati ini, hihihi” kata beliau. Tapi  itu dulu,  ketika pertama kali beliau menulis dan igin menerbitkan bukunya.  

Terbukti sekarang dengan kerja keras dan pantang menyerahnya, banyak sudah buku yang beliau terbitkan. “Saya termasuk orang yang pantang menyerah. Ketika naskah buku saya ditolak para penerbit mayor, saya tidak putus asa. Saya akan menerimanya dengan lapang dada. Saya menerimanya dengan senyuman meskipun terasa pahit.” Papar beliau ketika mengenang peristiwa beberapa tahun ke belakang.

Berkali beliau gagal, lekas bangkit dan cari akal. Berkali jatuh lekas berdiri dan pantang mengeluh. Jadilah guru tangguh berhati cahaya. Kegagalan adalah awal dari sukses yang tertunda. Gembirakan diri dengan terus belajar kepada orang-orang yang telah sukses menerbitkan bukunya.
Langkah selanjutnya adalah memperbaiki tulisan. Kemudian baca kembali pelan-pelan dan perbaiki beberapa kekurangan. Untuk lebih meyakinkan lagi isi tulisan itu, ada baiknya meminta pendapat beberapa teman yang dipercaya.  Mintalah mereka untuk memberikan masukan. Dari sinilah, insya Allah, tulisan kita akan menjadi lebih baik dari sebelumnya dan lebih enak untuk dibaca. Dan hasilnya...taraaaaaa....  Sakit hati itu terasa terobati. Ibarat seorang mahasiswa S1 yang skripsinya dipermak habis sama dosen pembimbingnya. Ibarat mahasiswa S2 yang tesisnya ditolak promotornya dan ibarat mahasiswa S3 yang ditolak proposal desertasinya. Ketika semauanya sudah diperbaiki, maka para pembimbing skripsi dan tesis itu akan menerimanya dengan senang hati.
Beliau sangat berterima kasih kepada para penerbit yang sudah menolak buku yang  disusunnya.  Dengan begitu beliau banyak belajar agar buku yang disusunnya menjadi layak jual. Kalau seandainya naskah buku itu  langsung diterima, pasti banyak yang tidak laku karena isinya kurang menarik hati pembaca. Bukunya bisa terbit, tapi tidak banyak pembelinya. Bukunya tidak menarik hati pembaca.

Dari pengalama ditolak penerbit mayor, beliau semakin banyak belajar untuk terus memperbaiki tulisannya, sehingga naskah buku menjadi lebih enak dibaca. Memang butuh waktu lama untuk mengerjakannya. Tapi pantang menyerah. Beliau pergi ke toko buku dan membaca buku-buku best seller. Dari sanalah akhirnya tahu rahasia buku mereka laris dibaca pembaca. Saat itu mendapatkan nafas baru dari membaca buku best seller, semakin menggebu-gebu semangatnya. Ibarat perahu yang sudah berlayar tentu pantang untuk kembali ke pelabuhan. Jalan terus sampai tujuan walaupun akan banyak ombak besar menghadang. Tidak ada nahkoda ulung yang tidak melalui lautan yang berombak ganas. Justru disitulah keahliannya teruji.

“Ketika bukumu ditolak penerbit, teruslah menulis dan jangan berhenti menulis. Ketika engkau terus menulis, maka tulisanmu akan semakin tajam dan nendang. Pasti tulisanmu akan layak jual. Pasti tulisanmu akan banyak dibaca orang. kucinya satu mau belajar dan pantang menyerah.”
Dengan terus memperbaiki dan perbaiki, penerbit mayor akan melirik tulisan kita dan kemudian menerbitkan buku tanpa keluar uang satu senpun. Kita akan tersenyum ketika royalti buku mencapai angka yang fantastis. Puluhan bahkan ratusan juta rupiah kita dapatkan bila buku yang ditulis laku keras. Begitulah yang dialami Wijaya Kusuma ketika memnrima royalty buku yang ditulisnya.

Ada beberapa orang mungkin bingung bagaimana agar tulisan dicetak menjadi buku.  Tips beliau ketika memulai karir sebagai penulis adalah beliau mengirimkan tulisannya ke penerbit dalam bentuk cetak dan dijilid. Tapi seiring dengan berjalannya waktu dan para penerbit mulai melirik karya-karyanya, sekarang beliau mengirimkan tulisannya melalui email. Beliau juga  bersedia membantu para penulis pemula untuk meneruskan ke penerbit Andi, Yogyakarta cukup dengan mengirimkan karya-karya tulisan ke email Om Jay: omjaylabs@gmail.com.


8 komentar: